Kami pertama kali berada di tempat yang sama, namun tak saling mengenal.
Saat itu, ia sedang menempuh pendidikan di Aceh dan tinggal disalah satu penginapan milik keluarga saya.
Selama tiga bulan kami berbagi ruang yang sama, namun tak pernah saling sapa,
hanya diam dan langkah yang sesekali berpapasan, tanpa kata.
Setelah ia kembali ke kampung halamannya, komunikasi kami mulai terjalin.
Januari 2024, kami mulai berbicara lebih banyak, saling membuka hati.
Dari percakapan ringan, perlahan kami mulai merencanakan masa depan,
dan menemukan bahwa rasa yang tumbuh lebih kuat dari sekadar kata-kata.
Bukan karena bertemu lalu berjodoh, tapi karena berjodohlah maka kami dipertemukan.
Mei 2024, ia kembali ke Aceh, kali ini bukan untuk sekadar bertemu,
melainkan untuk menyampaikan niat baik kepada orang tua saya.
Kepulangannya membawa makna yang lebih dalam,
dan di situlah kami menyadari bahwa kami sudah siap melangkah bersama.
Kami pun memutuskan untuk menikah, karena kami percaya, takdir akan selalu hadir pada waktu yang tepat.
A/n Muna Raihana​