Kami pernah bersama. Hubungan itu tidak lama, tapi cukup untuk meninggalkan jejak dalam di hati. Meski waktu memisahkan kami dan komunikasi perlahan hilang… ada satu hal yang tidak ikut pergi: perasaanku padanya.
Setelah bertahun-tahun tanpa kabar, aku melihatnya kembali lewat sosial media. Dia tampak dewasa, cantik, dan bersinar—lebih dari yang pernah kuingat. Saat itu hatiku bergetar. Ternyata, rasa itu belum sepenuhnya padam. Justru kembali tumbuh… hanya dari sebuah pandangan diam.
Tahun itu, aku melihatnya secara langsung. Bukan di layar, tapi di dunia nyata. Namun aku tak mampu menyapa. Ada perasaan kagum yang membuatku hanya bisa memandangi dari jauh. Lidahku kelu, tapi hatiku ramai. Aku hanya bisa berharap… semoga takdir mendekatkannya kembali padaku.
Aku mulai membuka komunikasi. Dengan ragu, tapi penuh harap. Aku tahu, jika aku tak berjuang, mungkin ini akan hilang lagi. Maka aku berusaha. Aku habiskan waktu, kata, dan perasaan—untuk meyakinkannya bahwa aku sungguh-sungguh. Dan ketika ia mulai percaya… aku membawa niatku ke orang tuaku. Karena sejak itu, aku tahu: dialah yang kuinginkan untuk selamanya.
Alhamdulillah, kami bertunangan. Sebuah ikatan resmi yang lahir dari keyakinan dan doa panjang. Tak sedikit rintangan dan ujian yang kami lewati—namun semuanya justru menguatkan, bukan memisahkan. Kami belajar untuk saling memahami, menerima, dan percaya.
InsyaAllah, tahun ini aku akan menikahi wanita yang selama ini aku dambakan. Wanita yang diam-diam selalu hadir dalam setiap doaku. Sosok yang begitu aku kagumi—dengan keteduhan sikap dan kebaikan hatinya. Dia bukan hanya bagian dari masa laluku, tapi kini menjadi harapan untuk masa depan. Aku yakin… bersamanya, aku ingin tumbuh, berjuang, dan menjalani hidup sampai akhir.
A.n Ferdy & Anisa